Senin, 11 April 2011

MEMAHAMI HAKEKAT JAHILIYAH

Hari ini bodoh di identikkan dengan orang yang tidak berpendidikan. Mungkin hanya lulusan SMP, SD atau bahkan belum pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Atau orang-orang yang tidak bisa baca tulis sehingga luput darinya berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan orang yang pandai, banyak orang memahaminya dengan orang yang memiliki strata pendidikan yang tinggi. Lulusan sarjana S1, S2 atau bahkan S3. Atau mereka yang digelari dengan profesor atau doktor dan gelar-gelar mentereng dipundaknya. 

Terus, bagaimana sebenarnya islam memberikan definisi bodoh itu ?. karena salahnya seseorang dalam memahami kebodohan akan berakibat fatal. Yaitu campur aduknya kebenaran dan kebatilan. Dan yang lebih parah lagi adalah lepasnya berbagai ikatan-ikatan islam dari dirinya. Benarlah apa yang dikatakan Umar Ibnul Khattab radhiyallahu ‘anhu :
إِنَّمَا تُنْقَضُ عُرَى الْإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةُ إِذَا نَشَأَ فِي الْإِسْلاَمِ مَنْ لاَ يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةِ
Sesungguhnya akan terurai ikatan islam ini sehelai demi sehelai, ketika ada dalam islam orang-orang yang tidak mengetahui apa itu jahiliyah.
Dari sinilah, penting bagi kita untuk mempelajari apa itu jahiliyah, siapa orang-orang yang disebut bodoh tersebut, dan kapan kejahiliyahan itu muncul. Dengan itu jelas bagi kita jalan orang-orang yang selamat dan jalan orang-orang yang tersesat. Allah Ta’ala berfirman ;
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quraan (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. [ QS. Al An’am : 55 ].

Arti jahilyah
Banyak orang yang mengira bahwa masa jahiliyah telah berakhir bersamaan dengan datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Bahkan bisa jadi, mereka menduga bahwa kejahiliyahan itu hanya terdapat pada masyarakat Arab sebelum Islam. Padahal sebenarnya kejahilyahan itu ada pada setiap masyarakat, tempat dan masa. Dengan kata lain, kejahiliyahan itu bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga. Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk memahami apa itu jahiliyah yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadist, rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ ثَلَاثَةٌ مُلْحِدٌ فِي الْحَرَمِ وَمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda : Manusia yang paling dibenci Allah ada tiga golongan, yaitu : Yang melakukan kekufuran di tanah haram, dan menghendaki tradisi jahiliyah di dalam (agama) Islam, dan yang menuntut darah seseorang dengan tidak haq (benar) untuk ditumpahkan darahnya. [HR. Bukhari].

Yang dimaksud dengan menghendaki tadisi jahiliyah; diantaranya adalah akhlaq  jahiliyah dan kehidupan mereka seperti pamernya para wanita dengan perhiasannya ketika keluar rumah. Atau kembalinya ummat pada keyakinan orang-orang jahiliyah zaman dahulu seperti perdukunan, meramal nasib, dan yang lainnya. Atau berhukum dengan hukum jahiliyah dengan meninggalkan hukum islam. Dengan kata lain lebih yakin dan memilki komitmen yang kuat terhadap syari’at selain syari’at islam. Dan dapat disimpulkan bahwa taradisi jahiliyah yang dimasud adalah; setiap apa saja yang menyerupai kebiasaan jahiliyah dari mulai rusaknya akhlaq, adat, aqidah dan lainnya. Yang semua itu telah ditentang oleh Islam lewat kitabullah dan sunnah nabi-Nya sallallahu alaihi wasallam. [ majalah ar risalah 26 januari 2008, tulisan Marwan Syahin dosen hadist di Universitas al Azhar, dengan perubahan ]

Sedangkan Muhammad quttub memberikan pengertian : istilah  jahiliyah dalam alqur’an adalah kebodohan terhadap hakekat uluhiyah [ itu adalah keadaan akalnya ] ataupun mengikuti selain apa yang Allah turunkan [ ini adalah keadaan jiwanya ]. [ kaifa naktubu at tarikh : 40 ]

Beliau juga berkata : Jahiliyah adalah keadaan seseorang yang menolak untuk mengikuti jalan Allah, dan membuat undang-undang yang melawan hukum Allah Ta’ala. Kemudian terjadilah penyimpangan yang sempurna. Semua itu disebabkan karena berbagai penyelewengan yang terjadi sehingga terjadi kegoncangan, ketidak tenangan, kehancuran serta adzab pada kehidupan manusia [ jahiliyatu qornul ‘isyriin : 8 ].

Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa jahilyah adalah jauhnya seseorang atau masyarakat dari tatanan Islam dan engganya seseorang dalam mengikuti Islam walaupun ia hidup dalam tatanan dunia modern. Jahiliyah ini bisa terjadi pada seseorang atau masyarakat, dengan suatu masa atau zaman tertentu dan tempat tertentu. Dalil dari keterangan tersebut adalah hadist rasulullah sallallahu alaihi wasallam terhadap Abu Dzar alghifari padahal beliau adalah seorang sahabat :

إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ
Sesungguhnya dalam dirimu ada kejahiliyahan. [HR. Muttafaq ‘alaihi ].
Maka, masyarakat yang telah berpendidikan tinggi dan mencapai puncak teknologi serta kemajuan tetap dianggap masyarakat jahiliyah jika mereka tidak memahami islam dan melaksanakannya dalam kehidupan mereka. 

Pembaca yang budiman. Lihatlah, betapa kejahiliyahan telah masuk dalam kehidupan ummat islam ini cukup dalam. Salah satunya adalah rusaknya akhlaq kaum muslimin dengan mengikuti budaya-budaya barat. Dimulai dari ditanggalkannya pakaian muslimah dan keluarnya para wanita dari rumah mereka dengan dandanan yang sronok kemudian bercampur baur pada pekerjaan mereka antara laki-laki dan peremapuan. Perasaan malu seorang wanita muslimah sudah mulai luntur dari dirinya. Bahkan banyak diantara mereka yang bangga jika di elu-elukan kecantikannya oleh para lelaki. Tidak sedikit dintara mereka yang bercita-cita menjadi bintang sinetron atau bintang film dengan tujuan ketenaran. 

Belum lagi kerusakan dibidang perpolitikan, ekonomi, hubungan antara laki-laki dan perempuan dan kerusakan kerusakan lainnya. Hampir semunya sudah tidak menggunakan syri’at yang telah Allah Ta’ala turunkan. Akan tetapi mereka lebih suka menggunkan aturan demokrasi dalam mengatur seluruh urusan mereka. Akibatnya adalah merebaknya kejahiliyahan dimana-mana hingga sulit untuk dikendalikan.

Islam adalah solusi 
 Jika kita ingin keluar dari kejahiliyahan maka wajib bagi kita untuk mempelajari Islam. Kemudian berusaha untuk mengamalkan dalam kehidupan kita sekuat tenaga. Karena Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai dari tidur hingga tidur kembali. Mulai dari urusan pribadi hingga urusan negara dan pemerintahan. Dan tidak seorangpun diperbolehkan untuk keluar dari aturan Allah dan syari’atn-Nya. Bahkan Allah Ta’ala mengancam kepada orang-orang yang menyelisihi perintahnya dengan firman-Nya :

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63)
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. [ QS.An Nuur : 63 ].

Ibnu Katsir menjelaskan : hendaklah kalian berhati-hati dan takut untuk menyelisihi syari’at Rasulullah secara batin ataupun yang nampak. Maka akan tertimpa bencana di dalam hati mereka berupa kekufuran, kenifakan atau kebid’ahan. Atau tertimpa adzab yang pedih. Yaitu di dunia dengan terbunuh, atau terkena had, penjara atau yang lainnya. [ tafsir Ibnu katsir pada ayat tersebut ]

Begitulah Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya dengan kesengsaraan dan kehinaan di dunia dan akhirat. Maka bagi seorang muslim tidak ada pilihan jika ia menginginkan kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat kecuali mengikuti aturan Islam dan cinta terhadap aturan tersebut. Sebagaimana perkataan Umar Ibnul Khottob radhiyallahu ‘anhu :

"نَحْنُ قًوْمٌ أَعَزَّنَا اللهُ بِالْإِسْلاَمِ فَمَتَى اِبْتَغَيْنَا بِغَيْرِ الْإِسْلاَمِ أَذَلَّنَا اللهُ".
"Kami adalah kaum yang Allah mulyakan dengan islam, maka setiap kami mengharapkan kemuliaan di luar Islam, Allah menghinakan kami." ( At Tobari 13/478 ).

Ketahuilah bahwa kemuliaan itu hanya ada pada Islam. Maka, orang-orang yang ingin mulia dan kemuliaan dengan meniru orang-orang kafir dan meninggalkan islam, tidak akan mendapat kemulian kecuali kehinaan. Sedangkan orang-orang yang mencari kemuliaan dari islam dengan cara mempelajari dan mengamalkan berbagai syari’atnya, pasti Allah akan memberikan kemuliaan tersebut. Jahilyah adalah larinya orang dari islam. Sedangkan orang yang pandai adalah orang yang mencari berbagai solusi dengan islam. [ Amru ]

Kenapa harus berilmu ?

Tujuan diciptakannya manusia dan jin adalah untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala. Tidak ada jalan lain bagi seorang hamba untuk beribadah kepada-Nya kecuali dengan jalan yang telah disyari’atkan oleh penciptanya. Dan tidak ada jalan lain bagi seorang hamba untuk mengetahui perintah dalan larangan dalam Islam kecuali dengan dengan wahyu dari rasulullah sallallahu alaihi wasallam, yaitu al qur’an dan as sunnah. Allah Ta’ala berfirman :

أَوَ مَن كَانَ مَيْتاً فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُوراً يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. [ Al An’am : 122 ].

Imam Ibnu katsir berkata : ini adalah permisalan orang mukmin yang sebelumnya dalam keadaan mati ; yaitu dalam kesesatan, kecelakaan dan kebingungan. Kemudian Allah hidupkan hatinya dengan iman dan Allah beri petunjuk padanya dengan mengikuti rasul-Nya. Kemudian Allah beri petunjuk bagaimana ia harus berjalan dan bagaimana harus berbuat dengannya. [ Tafsir Ibnu katsir pada ayat tersebut ].

Begitulah ilmu, membimbing pemiliknya dari kesesatan menuju petunjuk. Dari kesempitan hidup menuju kelapangan. Dan dari kesengsaraan hidup dunia akhirat menuju pada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa manusia adalah binatang jika tidak dibekali oleh ilmu. Bahkan kenyataanya lebih parah dari pada binatang, jika pikirannya telah rusak dan jiwanya telah membusuk.

Pentingnya ilmu
Dalam tulisan ini kita akan mempelajari pentingnya ilmu. Tujuannya agar kita lebih semangat dalam mempelajari ilmu din ini sehingga selamat dunia akhirat. Jika kita sempat untuk belajar ilmu kedikteran, perkomputeran, teknologi dan lainnya, kenapa kita tidak sempat untuk belajar islam lebih mendalam. Tidak sempat untuk menela’ah alqur’an dan hadist Rasulullah sallallahu alaihiwasallam. Semua ini mungkin disebabkan karena belum pahamnya akan pentingnya ilmu agama dalam kehidupan kita. Diantara pentingnya ilmu agama yaitu ;

Pertama : sebagai alat untuk mengetahui Allah Ta’ala. Mengetahui Allah Ta’ala dalam rububiyah, uluhiyah serta asma’ washifat mutlak bagi seorang hamba. Bagaimana ia akan merasakan cinta, takut, rasa harap dan juga tawakkal jika ia tidak mengetahui siapa penciptanya. Banyaknya orang yang berbuat kesyirikan dan perbuatan dosa disebabkan karena mereka tidak memahami tauhid yang benar. Allah Ta’ala telah memerintahkan kita dalam al qur’an :
فَاعْلَمْ اَنَّـهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّالله
Artinya : Ketahuilah bahwa tidak ada ilah selain Allah. [ QS. Muhammad : 19 ]
Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata : Yaitu ilmu yang ada di dalamnya ikrarnya hati dan mengetahuinya. Artinya apa yang diminta darinya untuk diilmui dan kesempurnaannya adalah beramal dengannya. Inilah ilmu yang Allah Ta’ala perintahkan dengannya – yaitu ilmu tentang tauhiddullah – serta Allah wajibkan atas setiap manusia. Tidak ada yang boleh bodoh terhadapnya bagaimanapun keadaannya,  bahkan semunya wajib mempelajarinya. [ Tafsir as sa’di pada ayat tersebut ].

Bahkan Allah Ta’ala menjamin surga bagi seseorang yang mengikrarkan kalimat tauhid laailaaha illa Allah dan dia paham tentang kalimat tersebut. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
عَنْ عُثْمَـانِ بْنِ عَفَان رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ مَـاتَ وَ هُوَ يَعْلَمُ اَنَّـهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله دَخَلَ الجَنـَّـةَ
Artinya : Barang siapa mati, sedang dia mengetahui bahwa tidak ada ilah kecuali hanya  Allah akan masuk jannah. [ HR. Muslim, kitabul Iman I/55, Ahmad I/85 ].

Jika pada masa jahiliyah dahulu, nyawa para sahabat dipertaruhkan karena kalimat tersebut sebab orang-orang jahiliyah tahu betul akan kosekwensi dari ucapan ini. Akan tetapi ummat kita hari ini malah menjadikan kalimat tersebut sebagai permainan dan hampir tidak ada perbedaan antara orang yang mengucapkan dan yang tidak mengucapkan. Ini semua karena kebodohan ummat tentang kalimat laa ilaaha illallah dan memahami siapakah Allah Ta’ala.

Kedua : ilmu adalah syarat kebaikan seseorang. Setandart kebaikan adalah al qur’an dan sunnah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Bukan menurut kebanyakan manusia dan pemikiran-pemikiran para pakar. Suatu kebaikan menurut manusia, akan tetapi menyelisihi syari’at, hakekatnya adalah kebatilan dan kesesatan. Maka, jika Allah Ta’ala menghendaki kebaikan pada seseorang, pasti Allah akan pahamkan baginya ilmu agama. Dan jika Allah Ta’ala menginginkan kesesatan pada seseorang, Allah haramkan baginya ilmu agama. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ
Barang siapa dikehendaki Allah padanya kebaikan, maka Allah akan memahamkan dien kepadanya. [ Muttafaq ‘alaihi ].

Imam Ibnu Taimiyah berkata ketika menjelaskan hadist di atas : Dan setiap orang yang Allah kehendaki baginya kebaikan, pasti Allah akan pahamkan ia tentang diin. Dan barang siapa yang tidak paham masalah agama, maka Allah belum menghendaki kebaikan baginya. Sedangkan diin adalah apa yang telah dibawa oleh rasul-Nya ; yaitu apa-apa yang wajib atas seseorang untuk membenarkan dan beramal dengannya. Dan setiap orang harus membenarkan apa saja yang datangnya dari rasulullallah sallallahu alaihi wasallam. Serta mentaati seluruh apa yang beliau perintahkan. [ Majmu’ fatawa : 28/80 ].

Kebaikan tentunya tidak hanya mengetahui halal dan haram. Mengetahui aqidah yang benar dan yang merusaknya. Akan tetapi ilmu tersebut mempengaruhi hatinya untuk beramal dengan ilmu yang telah ia pelajari. Menjadikannya tunduk terhadap syari’at dan komitmen terhadap hukum-hukum islam. Dan jika ia tidak mau beramal dengan ilmu yang telah ia pelajari, maka ilmu tersebut akan menuntut atas pengamalannya pada hari kiamat. 

Ketiga : ilmu adalah syarat diterimanya amal serta dasar seluruh amalan dan perbuatan. Amal seseorang tidak akan menjadi benar kecuali dengan ilmu yang benar pula. Bahkan ciri orang-orang yang tersesat dari jalan kebenaran adalah semangatnya yang tinggi dalam berislam, tetapi sedikit ilmunya. Karena semangatnya yang tinggi dan tidak dibarengi ilmu yang benar, bisa jadi ia ingin memperbaiki dirinya, kelurganya serta masyarakatnya, tetapi yang terjadi pengrusakan dengan amalan-amalan bid’ah.

Selain itu, ilmu juga harus dijadikan sebagai dasar dalam seluruh amalan dan perbuatan kita. Karena lurusnya lisan dan amalan kita sangat dipengaruhi ilmu diin yang ada pada kita. Karena itu Imam Al Bukhori berkata :

العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَ العَمَلِ لِقَوْلِ اللهِ تَعَالى : فَاعْلَمْ اَنَّهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله
Artinya : Ilmu itu sebelum perkataan dan perbuatan, karena Allah berfirman, “Ketahuilah bahwa tidak ada ilah kecuali hanya Allah."  [ Al Jamili bayanil ilmi wa fadhlihi, Ibnu Abdil Bar I/11 ].

Dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh 'Aisyah Ummul-mu'miniin radhiyaAllahu ’anha Rasulullah  sallallahu alaihi wasallam bersabda :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَت : قَال رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْـُرَنا فَهُوَ رَدٌ
Artinya : Barang siapa beramal tanpa dasar dari kami, maka tertolaklah amalan tersebut. [ HR. Bukhori III/91 , Muslim bab Qodhiyah 81, ].

Ibnu Munir berkata bahwa ilmu adalah syarat benarnya perkataan dan perbuatan ; keduanya tidak bernilai kecuali dengan ilmu, maka ilmu harus ada sebelum perkataan dan perbuatan, karena ilmu adalah pembenar niyat, sedang amal tidak diterima tanpa niyat yang benar. [Fathul Bari, Ibnu Hajar I/161, ].

Tidak ada jalan lain jika kita ingin benar seluruh keyakinan dan ibadah kita kecuali dengan ilmu. Ilmu yang benar akan menuntun seseorang ke jannah. Sebaliknya, luputnya berbagai ilmu agama bagi kita, berarti luputnya berbagai amal shalih dari kita. Bahkan bisa menyebabkan seseorang masuk neraka karena melanggar berbagai syari’at disebabkan karena kebodohannya.

Marilah kita berusaha untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat kita. Bersabar dalam menuntut ilmu dan mendalaminya. Serta berusaha untuk mengamalkan dan mendakwahkan ilmu tersebut. 

Tak lupa pula juga berdo’a pada Allah Ta’ala agar diberikan ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu yang bermanfaat tidak akan diberikan Allah kecuali pada orang yang dicintai-Nya.
اَلَّلهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا
Ya Allah, berikanlah manfaat pada kami dengan apa yang telah engkau ajarkan pada kami, dan ajarkan pada kami apa-apa yang bermanfaat atas kami, dan tambahkanlah kami ilmu. 

Semoga kita senantiasa dimudahkan Allah Ta’ala untuk mendapatkan ilmu, mengamalkan, dan mendakwahkannya serta bersabar atasnya. [ Amru ].