Kamis, 09 Juni 2011

PESONA DUNIA DIMATA MANUSIA


 
Dunia ini memang indah dipandang mata. Sehingga banyak mata yang terpesona melihatnya. Dunia ini memang terasa nikmat jika dirasakan. Sehingga banyak orang yang tenggelam dalam kenikmatan dan lalai akan hari kemudian. Berbahagialah orang yang bisa mengambil dunia dengan tidak tamak dan hati bersih serta hanya mencarinya dengan jalan yang halal saja. Dan celakalah orang yang terpesona dengan dunia, mencarinya dengan jalan yang tidak benar hingga ia tenggelam tanpa sadar bahwa dunia akan ia tinggalkan. Benarlah apa yang disampaikan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam hadistnya ;

عن أبي سعيد الخدري رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال: إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإنَّ الله تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ
Dari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda:”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita”(HR Muslim)

Imam An Nawawi berkata ketika menjelaskan “dunia itu hijau [indah ] dan manis” : ada dua kandungan yang terdapat pada istilah tersebut. Pertama, senangnya jiwa seperti seseorang yang melihat buah-buahan yang hijau dan manis. Jiwa manusia pasti menyenangi dan berusaha untuk mendapatkannya. Itulah dunia. Yang kedua, cepatnya hilang dua sifat tersebut [ indah dan manis ]… kemudian Allah menggantikan kalian dari masa-kemasa. Dan Ia melihat apakah kalian beramal dengan mentaati-Nya atau memaksiati-Nya dan menperturutkan syahwat kalian. [ Syarkh muslim oleh An Nawawi : 9/105]

Sikap manusia terhadap dunia
Tercelanya dunia sebenarnya bukan tercelanya bumi ini dan apa-apa yang ada di dalamnya seperti laut, daratan, gunung dan yang lainnya. Akan tetapi tercelanya dunia ini dikarenakan penghunianya yang kebanyakan tidak menggunakan dunia ini dengan benar sesuai kehendak Allah Ta’ala.

Dari sinilah kita akan mempelajari kelompok manusia dan sikap mereka terhadap dunia. Tujuannya adalah agar kita terjauh dari kelompok yang dimukai Allah dalam mensikapi dunia ini. Dr. Ahmad Farid dalam buku beliau Tazkiyatun nafs wa tarbiyatuha kamaa yuqorriruha ‘Ulamaus salaf membagi menjadi dua. Diantaranya adalah :

Pertama : Orang-orang yang mengingkari bahwa tidak ada negeri kecuali dunia ini. Tidak ada pahala dan jannah serta dosa dan neraka di akhirat sana. Tentang hal ini Allah Ta’ala berfirman :

إَنَّ الَّذِينَ لاَ يَرْجُونَ لِقَاءنَا وَرَضُواْ بِالْحَياةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّواْ بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ # أُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمُ النُّارُ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. [ QS. Yunus : 7 – 8 ].

Tidak ada dalam pikiran mereka kecuali dunia. Mulai dari tidur hingga tidur kembali tidak ada niatan lain kecuali dunia. Sehingga mereka ini disebut Allah Ta’ala seperti binatang ternak, sebagaimana dalam alqur’an ;
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka. [ QS. Muhammad : 12 ].

Kedua : yaitu orang-orang yang mengakuai adanya kehidupan setelah mati. Mereka adalah orang-orang islam yang telah bersyahadat. Dan diantara merekapun terbagi menjadi tiga bagian :

1. Dholimun linafsih. Yaitu orang-orang yang mendholimin diri mereka sendiri. Kelompok ini adalah kelompok yang paling banyak. Mereka lalai akan hakekat kehidupan dunia dan isinya. Mereka cari dunia dengan tidak menghiraukan halal dan haram. Sedangkan merekapun tidak menyalurkan hartanya dalam hal-hal yang baik. Sehingga jadilah dunia menjadi cita-cita mereka tertinggi. Senang dan susah, membenci dan mencintai hanya karena dunia. Mereka inilah orang-orang yang terbuai dan tertipu dengan dunia.

Jika mereka memahami tentang iman, itupu hanya sekedar kata-kata yang diucapkan. Akan tetapi iman mereka belum bisa menuntun mereka untuk memahami hakekat dunia ini. Iman mereka belum bisa menggerakkan badannya untuk mengendalikan dunia dalam rangka taat kepada Allah. Bahkan sebaliknya, jiwa dan raganya ditunggangi dunia dan diperbudak olehnya.

2. Muqtashid. Yaitu orang-orang mukmin yang mengambil dunia dengan jalan halal. Mereka juga tunaikan hak-hak harta dunia sesuai dengan perintah islam. Mereka tidak rakus dalam mencari harta, dan bahkan menahan diri dari menumpuk-numpuk harta. Mereka takut jika harta tersebut melalaikan mereka dari dzikrullah. Merekapun takut jika harta tersebut mereka gunakan untuk bermewah-mewah dan bermegah-megah serta kesombongan. Inilah derajad pertengahan tentang sikap seorang mukmin terhadap dunianya.

3. Sabiqun bil khoirot. Yaitu derajad orang-orang yang berlomba dalam kebaikan. Tidaklah mereka memilih sesuatu dengan pertimbangan halal atau haram saja. Tetapi mereka lebih memilih mana yang paling baik bagi saya dan untuk akhirat saya.

Mereka inilah orang-orang yang paham terhadap tujuan Allah menciptakan dunia ini. Yaitu untuk menguji hambanya siapakah yang paling baik amalnya. Dengan kepahaman itulah mereka beramal semaksimal mungkin untuk mendapatkan derajad tertinggi di akhirat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. [ QS. Al Kahfi : 7 ].

Mereka kurangi beban-beban dunia agar lebih ringan dan tidak menyibukkan mereka dengan harta tersebut. Sabiqun bil khoirat ini mencukupkan dunia sebagaimana seorang musafir yang membutuh perbekalan seadanya hanya untuk mempertahankan diri selama perjalanan. Mereka paham betul dengan hadist Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ;

مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak lain kecuali seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon, lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi)

Itulah ucapan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang ditiru oleh mereka. Bukan berarti mereka lari dari dunia dan hidup dengan meminta. Tetapi saat hati mereka mengarah pada dunia, mereka pupus niatan-niatan dunia tersebut, kemudian ia arahkah hatinya untuk niatan akhirat. Sehingga tidaklah ia mencari rizki, makan, tidur dan seluruh aktifitas mereka kecuali untuk akhiratnya.

مَتَاعُ الغُرُوْرِ مَا يُلْهِيْكَ عَنْ طَلَبِ الْآَخِرَةِ , وَمَا لَمْ يُلْهِكَ فَلَيْسَ بِمَتَاعِ الْغُرُوْرِ وَلَكِنَّهُ مَتَاعٌ بَلاَغٌ إِلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ

[ Dunia ] adalah kesenangan yang menipu jika melalaikanmu dari mencari akhirat, sedangkan apa saja yang tidak melalaikanmu dari akhirat bukanlah kesenangan yang menipu, tetapi ia dianggap kesenangan yang menghantarkan pada sesuatu yang lebih baik (akhirat)" ( Jami' al-Ulum wal Hikam, hlm 360).

Jika Allah mentaqdirkan kita menjadi orang yang berlebih dalam hal harta, maka jadilah seperti Rasulullah sallalllahu alaihi wasallam yang sebenarnya kaya jika beliau mau mengambil bagian harta dari rampasan perang. Tetapi beliau lebih suka hidup sederhana yang kadang beberapa hari tidak mengepul asap dirumahnya. Bahkan alas tidur beliau adalah tikar yang meninggalkan bekas di badan saat setelah memakainya.

Atau seperti Abdurrahman bin ‘Auf. Seorang jutawan dan milyader yang hartanya dipergunakan untuk perjuangan islam dan menegakkan diin ini. Beliau tidak menggunakan hartanya untuk kepentingan pribadi dan bermegah-megahan. Bahkan beliau jarang makan makanan yang lezat karena takut kenikmatan di akhirat akan terkurangi dengan kenikmatan dunia yang beliau rasakan. Inilah hakekat zuhud. Yaitu meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat dan membahayakan pada kehidupan akhirat.

Cinta pada dunia yang mendalam memang akan membahayakan akhirat kita. Sebaliknya, cinta akhirat yang mendalam pasti akan membahayakan dunianya. Dan sebagai seorang mukmin harus lebih mengutamakan yang kekal dibandingkan yang fana.

Sekarang, dimanakah posisi kita ?. Apakah termasuk dari sabiqun bil khairat, atau muqtashid ?. yang jelas jangan menjadi yang dhalimun linafsih, dan kita berusaha untuk menjadi shabiqun bil hairat. Jadikanlah orientasi hidup kita akhirat, dan jangan menjadikan dunia sebagai orentasi hidup kita. waAllahu a’lam bis shawab. [ Amru ].

HAKEKAT KEHIDUPAN DUNIA


Semua orang yakin bahwa hidup di dunia hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tempat kembali mereka. Tetapi banyak orang yang tidak sadar akan kehidupan yang akan ia jalani nantinya. Padahal waktu terus berjalan seiring perjalanan hidup seseorang menuju kematiannya. Bergantinya hari kehari, bulan kebulan dan tahun ketahun, akan mendekatkannya pada saat yang telah ditetapkan yaitu kematian. Benarlah perkataan seorang tabi’in Hasan Al Bashri rahimahullah ;

يَا ابْنَ آدَم إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

 Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu. [ Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi ].
Memang, dunia bukanlah sesuatu yang harus dijauhi. Namun dunia bisa menjadi penghalang untuk bisa sampai kepada Allah. Harta pada dasarnya bukanlah sesuatu yang di benci. Namun, harta itu tercela jika dia melalaikan dari mengingat Allah. Betapa banyak kaum muslimin yang tertipu dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan tujuan penciptaannya. Mereka kumpulkan harta siang dan malam hingga meninggalkan berbagai kewajiban agamanya. Ia bangun rumah yang megah, kendaraan yang mewah, dan popularitas serta kedudukan yang tinggi dihadapan manusia. Sementara mereka lupa akan infaq dan shadaqoh serta beramal shalih lainnya untuk mendapatkan kedudukan yang mulia dihadapan Allah Ta’ala.

Ironisnya, mereka tidak menyadari hal tersebut dan ketika mereka ditanya, “Apakah yang kalian inginkan, dunia ataukah akhirat ?” Serentak menjawab, “kami menginginkan akhirat!” Padahal keadaan amalan mereka menjadi saksi atas kedustaan ucapannya tersebut.

Apa hakekat kehidupan dunia ?
Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini. Kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Maka jika Allah memberi nikmat pada kita sehingga bisa memahami hakikat dunia ini, yaitu bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hati kita akan menjadi sehat. Adapun jika kita lalai tentang hakikat ini, maka kematian dapat menimpa hati kita. Diantara hakekat dunia yang disebutkan dalam al qur’an dan as sunnah adalah :

Pertama : Dunia adalah kesenangan yang menipu. Yaitu kesenangan yang hilang saat ajal menjemput. Kesenangan yang tidak abadi dan hanya bersifat sementara. hal ini sebagaimana friman Allah Ta’ala ;
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [ QS. Al hadid : 20 ].
Imam Ibnu Katsir berkata : dunia adalah kesenangan yang fana dan menipu. Bagi siapa yang cenderung kepadanya maka ia tertipu dan ta’ajjub dengannya, sampai ia berkayakinan tidak ada tempat tinggal selainnya dan tidak ada tempat kembali setelahnya. Padahal ia adalah hina dan rendah dibandingkan negeri akhirat. [ Tafsir Ibnu katsir pada ayat tersebut ].
Bahkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadistnya ;
إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

Perlu kiranya kita merenungkan hadits ini dengan seksama, di golongan manakah diri kita berada. Apakah kita termasuk golongan yang mendapat rahmat dan terjauh dari laknat ataukah sebaliknya diri kita justru termasuk orang-orang yang mendapat laknat, menjadi budak dunia dikarenakan sebagian besar aktivitas kita atau bahkan seluruhnya hanya bertujuan untuk meraih kenikmatan dunia yang fana ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela orang-orang yang tunduk pada dunia dan semata-mata tujuannya adalah mencari dunia dalam sabda beliau:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah budak dinar (uang emas), celakalah budak dirham (uang perak), celakalah budak khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah budak khamilah (ranjang yang empuk).” (HR. Bukhari)
Inilah celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang kesehariannya menjadi budak harta dan berbagai kesenangan dunia. Renungkanlah dengan penuh kejujuran dan jawablah di golongan manakah diri kita berada? Apakah kita termasuk orang yang menjadi budak dunia ataukah orang yang tujuan hidupnya adalah beribadah kepada Allah? Renungkanlah sekali lagi hal ini!
Kedua : Dunia adalah surganya orang kafir dan penjaranya orang beriman. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah sallallhu alaihi wasallam ;
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَن ّالنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
Dari Ibnu Umar bahwasanya nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda : Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. [ HR. Muslim ].

Imam An Nawawi dalam syarh Muslim menjelaskan : “Maknanya bahwa setiap mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika dia meninggal dia akan beristirahat dari hal ini. Dan dia akan berbalik kepada apa yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan abadi dan kelapangan yang bersih dari cacat.

Sedangkan orang kafir, dia hanya akan mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya sedikit dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia telah mati, dia akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan yang selama-lamanya.” (Syarah Shahih Muslim No. 5256).

Bukan berarti orang beriman tidak boleh kaya, memiliki kendaraan yang bagus dan juga rumah yang indah pula. Akan tetapi, kenikmatan seorang mukmin di dunia jika dibandingkan jannah di akhirat sangat jauh sekali. Seakan-akan dunia ini adalah penjara bila dibandingkan jannah di akhirat.

Sedangkan orang kafir walaupun mereka menjadi orang yang paling miskin sekalipun, mereka tetap menjadikan dunia ini menjadi surganya mereka dibandingkan siksa yang pedih di akhirat sana.
Maka alangkah indahnya menjadi orang mukmin karena betapapun berat dalam menghadapi dunia ia tetap mengharapkan indahnya jannah di akhirat. Dan sungguh celaka orang kafir karena kenikmatan dunia ini hanya akan mereka rasakan sesaat, sementara meraka telah menantinya.

Kaitkanlah Hatimu Dengan Akhirat
Saudaraku, jangan jadikan hatimu terkait dengan dunia, jangan sampai dunia masuk ke dalam hatimu dan bercokol di dalamnya, teladanilah generasi terbaik umat ini, mereka menggenggam dunia, namun cukup sampai di situ dan tidak merasuk ke dalam hati. Maka jadilah mereka generasi yang mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kehidupan akhirat, dunia sebatas di genggaman mereka sehingga mudah dilepaskan, mudah untuk diinfakkan di jalan Allah. Adapun kita wahai kaum muslimin, aina nahnu min haaulaai (di manakah kedudukan kita jika dibandingkan mereka)? Di mana?! Tentu sangat jauh dari mereka!

Oleh karena itu wajib bagi diriku dan dirimu untuk merenungi sekali lagi bahkan senantiasa merenungi apakah tujuan kita diciptakan di dunia ini. Sangat mengherankan jika seorang muslim telah mengetahui tujuan penciptaannya kemudian lalai dari hal tersebut, bukankah inilah puncak kedunguan?! Sekali lagi, mari kita senantiasa mengaitkan amalan kita dengan akhirat, jika anda seorang yang mempelajari ilmu dunia, maka niatkanlah untuk akhirat, niatkanlah bahwa dirimu dengan ilmu tersebut akan membantu kebangkitan kaum muslimin. Jika anda seorang pengajar, dosen atau semisalnya, maka niatkanlah aktivitas mengajar anda untuk akhirat dan kebangkitan kaum muslimin, demikian juga seluruh profesi, maka niatkanlah untuk akhirat.

Namun apabila niat anda justru sebaliknya, anda belajar, mengajarkan ilmu dunia, berbisnis dan melakukan aktivitas dunia lainnya hanya sekedar untuk mendapatkan dunia, maka anda telah merugi karena telah melewatkan keuntungan yang amat banyak dan janganlah anda mencela kecuali diri anda sendiri.

Sebagai penutup, marilah kita berdo’a dengan do’a yang diajarkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Semoga kita dijaga oleh Allah dari berbagai fitnah dunia dan dipertemukan dengan-Nya dalam keadaan husnul khotimah.
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.” (HR at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).

SIFAT SEORANG PENUNTUT ILMU


Rajinnya para penuntut ilmu untuk mendatangi majlis-majlis ilmu dan kajian keislaman adalah sebuah kemestian. Bahkan melahap kitab-kitab para ulama’ dan mengkajinya lewat bimbingan para ustadz juga harus dilakukan. Semua itu adalah sebuah cara untuk mendapatkan ilmu dan menata hati kita agar senantiasa dekat dengan Allah Ta’ala.

Disamping itu, kita juga harus memahami hal-hal yang menjadikan ilmu kita menjadi barakah. Karena keberkahan adalah sesuatu yang amat penting dalam menuntut ilmu. Betapa banyak kita saksikan seseorang yang rajin menuntut ilmu, akan tetapi tidak ada pengaruh dan peningkatan sedikitpun terhadap ibadah dan amalannya. Bisa jadi dalam satu pekan ia mengahadiri 3 atau bahkan 4 majlis.tetapi majlis tersebut hanya sebagai hiburan hati dari kesempitan dan kerupekan hidup yang sedang ia jalani. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam : Manusia yang paling berat adzabnya pada hari kiamat adalah seorang ‘alim yang tidak bermanfaat bagi orang tersebut ilmunya. [ Mu’jamus shaghir At Tabrani ].
Inilah ancaman dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada orang yang ilmunya tidak berkah. Tidak menambah kebaikan pada aqidahnya, ibadahnya, akhlaq dan tingkah lakunya. Karena memang seharusnya ilmu agama itu akan membentuk pemikiran, hati dan anggota badanya. Jika hal tersebut tidak dia dapatkan, pasti karena ketidak berkahan seseorang dalam mendapatkan ilmu.

Tips agar ilmu barakah
Diantara perkara yang harus diperhatikan dan betul-betul dia pegangi sehingga menjadikan seorang pencari ilmu mendapatkan keberkahan tersebut adalah : 

Pertama : Ikhlas. Yaitu mengikhlaskan seluruh niatnya hanya kepada Allah Ta’ala ketika mencari ilmu. Karena dengan keihklasan akan muncul barakah pada ilmu dan amal seseorang. Disamping itu, ikhlas adalah syarat diterimanya amal kita dalam menuntut ilmu.

Sudah seharusnya seorang  penuntut ilmu membersihkan niatnya hanya untuk mendapatkan ketenaran di hadapan manusia. Atau untuk mendebat orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Atau dengan niatan agar disebut seorang yang berilmu dan dengan mudah mendapat berbagai kenikmatan dunia. Inilah yang menjadikan ketidak berkahan ilmu. Dan hal inilah yang menjadikan hilangnya kemanfaatan dari ilmu diin ini.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya ditujukan untuk mencari ridla Allah, hanya saja dia mempelajarinya semata-mata untuk mendapatkan bagian di dunia maka dia tidak mendapatkan bau syurga di hari kiamat”. [ HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban].

Kedua : do’a. do’a adalah senjata yang ampuh bagi seorang mukmin. Ia juga sebagi penguat jiwa agar senantiasa tegar dan istiqomah terhadap jalan yang sedang ia tempuh. Adalah para salafus shalih jika mereka sedang ada masalah, segeralah mereka bersujud dan berdo’a. 

Diantara do’a yang diajarkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فِي حَدِيثِهِ عَمَّنْ سَمِعَ أُمَّ سَلَمَةَ تُحَدِّثُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ الْفَجْرِ إِذَا صَلَّى اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا وَرِزْقًا طَيِّبًا
Dari Ummu Salamah, berkata Abdurrahman pada hadistnya bahwasanya ia mendengar Ummu Salamah berkata : Bahwasanya nabi sallallahu alaihi wasallam mengucapkan pada saat selesai shalat subuh "Ya Allah, aku mohon kepadamu ilmu yang bermanfaat, amalan yang diterima olehMU, dan  rezeki yang halal dan baik. [ HR. Ahmad, Ibnu Majah ].

Ketiga : Taqwa pada Allah Ta’ala. Secara ringkas taqwa adalah menjaga kemurkaan Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Banyak dan beratnya berbagai permasalahan akan terselesaikan dengan taqwa. Sebaliknya, dosa dan maksiat akan menjadikan hati hitam hingga sulit untuk menerima ilmu. Banyaknya hafalan seseorang, rajinnya menghadiri majlis-majlis pengajian tidak akan bermanfaat bagi  jika hatinya kotor.  Ibarat hati itu adalah tempatnya ilmu, maka jika hati rusak tidak akan bermanfaat ilmu yang ia dapatkan. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadist :
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sesungguhnya seorang hamba apabila ia melakukan sebuah dosa akan tergoreslah sebuah titik hitam di hatinya. Jika ia beristighfar dan menarik hatinya, hatinya akan kembali putih. Sebaliknya, jika ia kembali berbuat dosa maka akan kembali pula titik hitam itu (dan akan semakin banyak kadarnya). Itulah roon (belenggu) yang Allah sebutkan “ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”. [ HR. At Turmudzi ].

Bagaimana ia akan mendapat keberkahan ilmu, jika ia tidak meninggalkan dosa-dosa dan berbuat kebaikan. Dan bagaimana ia mendapatkan kebahagiaan dengan ilmu diin ini, jika amalannya tidak sesuai dengan ilmunya ?.

Keempat : mendapat rizqi yang halal. Sudah seharusnya bagi para pencari ilmu untuk mencari penghasilan yang halal. Dan tidak memasukkan makanan kedalam badannya kecuali yang halal. Karena jasad yang mendapat gizi dari makanan yang haram, serta daging yang tumbuh dari yang haram tidak pantas untuk mendapatkan ilmu diin yang mulia ini.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ منْ سُحْتٍ
Tidak masuk jannah daging yang tumbuh dari yang haram. [ HR. Ibnu Hibban, dalam shahih At Targhib 1728 ].

Jika Allah mengancam dengan neraka, bagaimana mungkin Allah memberikan keberkahan pada ilmu yang kita pelajari. Kita berlindung pada Allah Ta’ala dari harta yang haram dan dari ketidak berkahan ilmu kita.

Kelima : bersikap tawadhu’ terhadap ilmu dan para ahlinya. Ilmu tidak akan didapat oleh seseorang yang sombong dengan merasa paling tinggi di hadapan manusia. Berapa banyak seseorang yang tidak mendapatkan berbagai ilmu dikarenakan perasaan sombongnya. Bahkan ia tidak mau untuk mendengarkan dan mengkaji ilmu diin dengan para ustadz atau masyayih. Tidak sedikit diantara mereka yang menolak beberapa ilmu karena tidak sesuai dengan kelompoknya atau dirinya sendiri. Padahal dalil datang pada dirinya dengan terang dan jelas.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَتَعَلَّمُوْنَ فِيْهِ الْقُرْآنَ، يَتَعَلَّمُوْنَهُ وَيَقْرَؤُوْنَهُ، ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ: قَدْ قَرَأْنَا وَعَلِمْنَا، فَمَنْ ذَا الَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ مِنَّا؟! فَهَلْ فِي أُولَئِكَ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أُوْلَئِكَ ؟ قَالَ: أُوْلَئِكَ مِنْكُمْ، وَأُوْلَئِكَ هُمْ وَقُوْدُ النَّارِ
Akan datang pada manusia suatu zaman yang mereka belajar al qur’an, mereka pelajari dan mereka baca. Kemudian mereka berkata : Kita telah membaca dan mengetahuinya. Maka siapakah yang lebih baik dari kita ?. apakah pada mereka itu ada kebaikan ?. para sahabat berkata : Ya Rasulullah, siapakah mereka itu ?. beliau menjawab : Mereka itu dari kalian. Dan mereka itu bahan bakarnya neraka. [ HR. At Tabrani, shahih At Targhib 133 ].

Betapa banyak mereka-mereka itu pada zaman kita sekarang. Yaitu orang-orang yang mencari ilmu untuk berbangga bangga. Kami telah belajar pada syaikh fulan dan fulan dan sudah mendapatkan ijazah. Maka kamilah yang berhak untuk menyampaikan kitab ini dan itu. Sedang orang selain kami tidak berhak.

Ada juga yang mencari ilmu diin hanya untuk mendebat orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Dicetaklah buku-buku dan diperbanyaklah kaset-kaset untuk menghantam setiap pemikiran yang berbeda dengan mereka. Seakan-akan mereka dalam sebuah pertempuran antara hidup dan mati.

Diantara tawadhu’nya seseorang terhadap ilmu dan ahlul ilmi adalah menerima kebenaran dari siapapun dan dari manapun selam ia seorang muslim. Dan kesombongan adalah menolak kebenaran serta meremehkan manusia. Apakah masih ada sifat tersebut pada diri anda ?. semoga Allah menjaga kita dari sifat-sifat yang tercela dan memberikan pada kita sifat-sifat yang mulia. Karena hanya dengan itulah keberkahan ilmu akan kita dapatkan. [ Amru ].

Bagaimana Anda Mendapatkan Ilmu ?


Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Karena benar dan lurusnya aqidah serta ibadah seseorang sangat tergantung pada ilmunya. Sebagaimana dalam hadist Rasulullah sallallahu alaihi wasallam beliau bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim [ HR. Ibnu Majah ].
Seseorang muslimpun wajib mempelajari setiap ilmu yang ibadah serta aqidah seseorang tidak akan lurus kecuali dengan ilmu tersebut. Bahkan islam memasukkan perbuatan kufur bagi orang-orang yang sengaja berpaling dari islam dengan tidak mau mempelajarinya dan mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa. [ QS. As Sajdah : 22 ].
Syaikh Sulaiman bin Nashir al ‘Ulwan berkata : yang dimaksud dengan berpaling yang menyebabkan batalnya islam seseorang adalah berpaling dari mempelajari pokok-pokok din Islam yang menyebabkan ia menjadi seorang muslim. Walaupun ia bodoh terhadap hal-hal yang rinci atau cabang, karena hal yang  tersebut kadang hanya diketahui oleh para ulama’ dan pencari ilmu. [ At Tibyan Syarkh Nawaqidhul islam, pembatal ke 10 ].
Inilah perintah islam terhadap para pengikutnya untuk mendalami ilmu agama. Bisa jadi berbagai kesempitan hidup dan bencana yang menimpa diri dan masyarakat kita disebabkan bodohnya kita terhadap ilmu-ilmu agama serta tidak mau mengamalkannya dalam kehidupan. Bersamaan dengan itu, masyarakat kita silau terhadap peradaban barat yang notabenenya jauh dari tuntunan agama islam.
Cara mendapatkan ilmu
Terus, bagaimana cara mendapatkan ilmu yang bermanfaat ?. apakah hanya dengan melamun dan bermalas-malas ?. Tentunya tidak. Karena ilmu didapat hanya dengan belajar, ketekunan, kecerdasan dan bahkan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Lihatlah pada para ulama’ terkenal pada masa dahulu !. Mereka tidak begitu saja menjadi seorang ulama. Tetapi harus belajar kepada banyak guru dan menelaah kitab-kitab mereka. Kemudian setelah waktu yang lama, barulah Allah memberikan kepada mereka ilmu agama ini sehingga menjadi penuntun ummat dan cahayanya.
Metode mencari ilmu itu hanya ada dua. Pertama dengan mengkaji ilmu dari para ulama’ yang lurus langsung dari lesan mereka. Dan yang kedua adalah dengan menelaah kitab-kitab para ulama’ yang sudah dikenal dikalangan ummat ini. Begitulah cara yang ditempuh oleh para penuntut ilmu dalam mendapatkan ilmunya. Sedangkan rinciannya adalah sebagai berikut ;
Pertama : mencari ilmu dengan mengambilnya dari para ulama’ secara langsung. Islam yang mulia ini pertama kali diajarkan oleh Allah Ta’ala kepada nabi sallallahu alaihi wasallam lewat Jibril ‘alaihis salam. Kemudian Rasulullallah sallallahu alaihi wasallam ajarkan kepada para sahabat radhiyallallahu ‘anhum. Dan para sahabat menyampaikan ilmu ini kepada para tabi’in dan seterusnya. Hingga ilmu islam ini menyebar dari generasi ke generasi melalui pengajaran. maka bersambunglah sanad kaum muslimin ini sampai pada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
Dalil bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam mendapatkan ilmu dari jibril adalah firman Allah Ta’ala :
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4) عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى
Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. [ QS. An Najm : 1-5 ].
Ibnu katsir berkata : Allah Ta’ala mengabarkan tentang hamba dan rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam bahwasanya Ia mengajarkan pada Rasulullallah yang ia datang dengannya kepada manusia “ syadidul quwa” yaitu jibril ‘alaihis salam. [ Tafsir Ibnu Katsir 4/247 ]
Sedangkan dalil bahwasanya para sahabat belajar dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah :
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [ QS. Ali Imran : 164 ].
inilah metode yang paling baik dalam belajar. Bahkan munculnya gerakan gerakan sesat hari ini disebabkan mereka tidak mempelajari ilmu agama ini dari ahlinya. Mereka belajar hanya dari buku. Sementara tidak ada pembimbing yang mengarahkan tentang buku apa saja yang harus dibaca atau harus dijauhi. Mana yang lebih kuat diantara dua pendapat. Serta bagaimana ia harus berakhlaq dengan akhlaq para ulama’ yang mulia. Semua ini hanya didapatkan ketika seseorang belajar kepada seorang syaikh atau ulama’ yang telah mapan ilmunya.
Yang paling diperhatikan oleh penuntut ilmu dalam tahapan ini adalah berusaha mencari seorang ulama’ shalih yang pantas untuk dijadikan guru. Jangan sembarangan memilih guru, karena ia akan mempengaruhi ilmu dan akhlaq kita. Dan jangan hanya belajar pada satu guru. Karena kita akan mendapatkan berbagai kelebihan dari beberapa guru, ketika kita belajar pada banyak guru.
Metode kedua adalah dengan menelaah kitab-kitab para ulama’. Ketika kita tidak bisa lagi untuk belajar pada para ulama’ dan para syaikh secara langsung, maka diperbolehkan bagi kita untuk mempelajari kitab-kitab yang disandarkan pada mereka. Dengan syarat bahwa buku-buku yang kita baca tersebut disandarkan pada para ulama’ yang lurus aqidahnya.
Tidak bisanya kita untuk belajar langsung pada mereka, bisa jadi disebabkan karena jauhnya jarak antara kita dan mereka. Atau memang karena minimnya para ulama’ yang amanah terhadap ilmunya dan pantas untuk dijadikan sebagi rujukan ummat. Lebih lagi para ulama’ yang berbicara tentang berbagai problem ummat dengan lantang. Dan bisa jadi karena memang kita tidak hidup sezaman dengan mereka. Semua inilah yang menyebabkan seseorang terpaksa belajar dari kitab-kitab para ulama’ saja dan terhalang untuk bertemu langsung dengan mereka.
Walau demikian, tetap ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pencari ilmu ketika mereka mulai belajar dari beberapa buku, diantaranya ;
-          Janganlah seseorang merasa cukup hanya dengan membaca buku. Sementara di depannya terbuka lebar pintu untuk belajar kepada para ulama’. Ingatlah bahwa asal dalam mendapatkan ilmu itu adalah belajar pada ahlinya.
-          Selanjutnya, ia harus memilih buku-buku yang bermanfaat dari berbagai bidang ilmu. Karena salahnya seseorang dalam memilih buku akan menyebabkan kerugian dunia dan akhirat. Sebaliknya, ketepatan dalam memilih akan membawanya pada lurusnya pemikiran dan selarasnya ia dengan kebenaran.
-          Setelah dia mencari buku-buku yang bermanfaat, hal yang harus diperhatikan selanjutnya adalah mencari pembimbing dari para ulama’ atau pada orang-orang yang lebih faham terhadap agama ini. Karena bisa jadi banyak istilah yang tidak kita pahami, atau beberapa permasalahan yang janggal sehingga membutuhkan orang yang lebih paham untuk ditanyai.
Imam As Syatibi berkata : Ilmu ini pada mulanya ada pada dada-dada para pemiliknya [ulama’]. Kemudian berpindah ke buku. Dan pembukanya adalah ditangan para ulama’. Sedangkan buku saja tidak bermanfaat bagi seseorang tanpa membukanya dengan bimbingan para ulama’. [ Al Muwafaqot : 1/97 ].
Demikianlah cara yang harus dilalui oleh para pencari ilmu. Kunci dari semua itu adalah sabar. Jika seseorang bersabar dalam mengkaji kitab-kitab para ulama’ dengan bimbingan seorang ustadz atau ‘alim, pasti Allah Ta’ala akan memberikan ilmu diin ini pada kita. Sebaliknya, jika kita malas dan tidak sabar menembuh berbagai kesulitan dalam mencari ilmu, maka ilmu diin ini tidak kita dapatkan kecuali sedikit. [ Amru ]