Hidup
hanya sementara, sementara akhirat pasti adanya. Banyak orang yang
tertipu dengan gemerlapnya dunia. Siang dan malam beramal hanya untuk
dunianya. Tidak terbersit sedikitpun amal untuk akhiratnya. Sehingga
ketika nyawa telah melayang dan tubuh terbujur kaku barulah sadar dan
menyesali atas apa yang diperbuat di dunianya. Tetapi penyesalan itu
tiada guna karena memang tidak ada kesempatan yang ke dua kalinya. Allah
Ta’ala berfirman :
وَلَوْ
تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا
مُوقِنُونَ
Dan,
jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu
menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan
kami, kami Telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah kami (ke
dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang yakin." [ As Sajdah : 12 ]
Maka
seorang hamba yang cerdas pasti akan mempersiapkan segala sesuatu untuk
akhiratnya. Tidak ada yang bisa dibanggakan seseorang diakhirat kecuali
amal shalihnya. Harta yang melimpah, anak-anak yang berhasil, serta
rumah yang indah tidak ada artinya jika ia tidak memiliki amal shalih
sebagai bekal menuju penciptanya.
Maka
betapa indahnya ketika setiap amal yang kita lakukan bernilai ibadah.
Saat kita makan dinilai ibadah, saat kita minum dinilai ibadah, bahkan
hubungan suami istri dinilai ibadah. Dan juga bekerjanya kita untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dinilai ibadah.
Sebaliknya,
sungguh celaka orang yang setiap detik kehidupannya tidak pernah
dinilai Allah sebagai ibadah. Bahkan bekerjanya siang dan malam, peras
keringat banting tulang dan bahkan dirinya sendiri tidak terurus, tapi
tidak dinilai ibadah oleh Allah Ta’ala.
Apa
sebenarnya kunci dari semua itu ?. Jawabanya mudah, tetapi penerapannya
yang mungkin agak sulit. Jika ingin amal anda bermakna dan dinilai
ibadah oleh Allah Ta’ala, pertama, maka hendaklah engkau menjadi orang yang beriman dan mentauhidkan-Nya. Kedua, harus ikhlas karena Allah Ta’ala. Dan yang ketiga adalah ada tuntunan dari Rasulullah sallallahu alaihiwasallam.
Pertama adalah menjadi seorang mukmin dan mentauhidkan Allah Ta’ala.
Setiap orang wajib untuk menjadi orang yang beriman, jika ingin seluruh
amalannya bermakna. Setelah beriman, ia juga wajib untuk mentauhidkan
Allah Ta’ala dalam uluhiyah, rububiyah dan asma’ washifat-Nya. Allah
Ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلاً
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh bagi mereka surga Firdaus menjadi tempat tinggalnya.” (Terj. Al-Kahfi: 107).
Imam
As sa’di berkata : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan hati
mereka, dan beramal shalih dengan anggota badan mereka, dan sifat ini
mencakup seluruh urusan diin, aqidahnya, amalannya, yang pokok dan yang
cabang, yang nampak dan yang tidak nampak; maka mereka itu – sesuai
dengan tingkatan iman dan amal shalih – mendapatkan surga firdaus. [
Tafsir As Sa’di pada ayat tersebut ].
Betapa
senangnya kita ketika sudah menjadi orang mukmin yang mentauhidkan
Allah Ta’ala. Karena modal yang harus ada agar amal tetap bermakna
adalah iman. Betapa banyak orang yang telah mengelurakan hartanya untuk
membangun jalan, jembatan dan bahkan membangun masjid. tetapi amalannya
tidak dicatat Allah Ta’ala dan menjadi sarana dia masuk jannah. Tetapi
betapa banyak amal sedikit yang dilandasi keimanan yang mantap akan
janji Allah Ta’ala menjadi penyebab seseorang masuk jannah.
Tugas
kita sekarang adalah menjaga iman, agar tetap ada dalam diri kita dan
bahkan bertambah terus dengan berbagai amal shalih. Apa artinya iman
yang tidak dibuktikan dengan amal, atau amal yang tidak dilandasi iman.
Dan lebih parah lagi orang yang tidak beriman dan amalnnya jauh dari
kebaikan.
Yang kedua, ikhlas karena Allah Ta’ala.
Ikhlas artinya memurnikan setiap amalan hanya untuk Allah Ta’ala. Dari
mulai urusan ibadah yang mahdhoh sampai urusan-urusan duniawi kita. Jika
mencari nafkah, makan dan minum kita semuanya hanya untuk Allah, maka
akan dinilai ibadah.
Amal
yang iklas memiliki maqom yang tinggi dihadapan Allah Ta’ala. Karena
orang yang ikhlas tidak akan bertambah baik amalannya hanya karena
pujian, sebaliknya tidak akan kendor dengan ejekan atau sindiran.
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ
Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2)
Ayat
ini memerintahkan pada kita untuk mengikhlaskan amal hanya pada Allah
Ta’ala. Maka jika ketika kita menjadi imam shalat, bacaan Quran kita
kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut
sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat,
padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau
ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada
sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau
melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan
kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita
kurang ikhlas dalam beramal.
Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana
seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus
berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja
bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi
kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh
dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang
yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada
atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda
dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih
bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang
tersebut dihormati dan disegani.
Kedahsyatan
dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal,
walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum
mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat
hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya
ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri
diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam
setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud
kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad
bulat akan bangun tahajud.
Sayangnya,
ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas,
justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian
shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi
orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH,
maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya.
Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak
tenaga. ALLOH Maha tahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Maha tahu
bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu
banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.
Yang ketiga adalah sesuai dengan ajaran Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Syarat ibadah kita diterima Allah Ta’ala adalah mengikuti Rasulullallah sallallahu alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Artinya
: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintal Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. “Alloh Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali lmran : 31).
Imam
Ibnu Katsir berkata : ayat yang mulia ini sebagai bantahan bagi
orang-orang yang mengaku cinta pada Allah akan tetapi tidak mengikuti
jalan nabi Muhammad, maka dia dusta dengan pengakuannya. Sampai
mengikuti syari’at nabi Muhammad dalam seluruh perkataan dan keadaannya,
sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu alaihiwasallam :Barang siapa
beramal yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak.[ Tafsir
Ibnu katsir ].
Dari
sini jelaslah bagi kita akan wajibnya meniru Rasulullah sallallahu
alaihiwasallam dalam beribadah dan mu’amalah. Bahkan jika pengakuan saja
tanpa dibarengi dengan amalan lesan dan anggota badan dianggap bohong
oleh islam.
Sebagai
penutup, marilah kita memohon pada Allah Ta’ala untuk beramal dengan
ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah sallallahu alaihiwasallam.
Karena hanya dengan itulah amal kita akan bermakna dan dicatat Allah
Ta’ala sebagai amal shalih yang akan kita jadikan bekal nanti di
akhirat. Yakinlah bahwa Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan amalan
hamba-hamba-Nya yang beriman. [ Amru ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar