Kamis, 09 Juni 2011

HAKEKAT KEHIDUPAN DUNIA


Semua orang yakin bahwa hidup di dunia hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tempat kembali mereka. Tetapi banyak orang yang tidak sadar akan kehidupan yang akan ia jalani nantinya. Padahal waktu terus berjalan seiring perjalanan hidup seseorang menuju kematiannya. Bergantinya hari kehari, bulan kebulan dan tahun ketahun, akan mendekatkannya pada saat yang telah ditetapkan yaitu kematian. Benarlah perkataan seorang tabi’in Hasan Al Bashri rahimahullah ;

يَا ابْنَ آدَم إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

 Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu. [ Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi ].
Memang, dunia bukanlah sesuatu yang harus dijauhi. Namun dunia bisa menjadi penghalang untuk bisa sampai kepada Allah. Harta pada dasarnya bukanlah sesuatu yang di benci. Namun, harta itu tercela jika dia melalaikan dari mengingat Allah. Betapa banyak kaum muslimin yang tertipu dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan tujuan penciptaannya. Mereka kumpulkan harta siang dan malam hingga meninggalkan berbagai kewajiban agamanya. Ia bangun rumah yang megah, kendaraan yang mewah, dan popularitas serta kedudukan yang tinggi dihadapan manusia. Sementara mereka lupa akan infaq dan shadaqoh serta beramal shalih lainnya untuk mendapatkan kedudukan yang mulia dihadapan Allah Ta’ala.

Ironisnya, mereka tidak menyadari hal tersebut dan ketika mereka ditanya, “Apakah yang kalian inginkan, dunia ataukah akhirat ?” Serentak menjawab, “kami menginginkan akhirat!” Padahal keadaan amalan mereka menjadi saksi atas kedustaan ucapannya tersebut.

Apa hakekat kehidupan dunia ?
Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini. Kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Maka jika Allah memberi nikmat pada kita sehingga bisa memahami hakikat dunia ini, yaitu bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hati kita akan menjadi sehat. Adapun jika kita lalai tentang hakikat ini, maka kematian dapat menimpa hati kita. Diantara hakekat dunia yang disebutkan dalam al qur’an dan as sunnah adalah :

Pertama : Dunia adalah kesenangan yang menipu. Yaitu kesenangan yang hilang saat ajal menjemput. Kesenangan yang tidak abadi dan hanya bersifat sementara. hal ini sebagaimana friman Allah Ta’ala ;
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [ QS. Al hadid : 20 ].
Imam Ibnu Katsir berkata : dunia adalah kesenangan yang fana dan menipu. Bagi siapa yang cenderung kepadanya maka ia tertipu dan ta’ajjub dengannya, sampai ia berkayakinan tidak ada tempat tinggal selainnya dan tidak ada tempat kembali setelahnya. Padahal ia adalah hina dan rendah dibandingkan negeri akhirat. [ Tafsir Ibnu katsir pada ayat tersebut ].
Bahkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadistnya ;
إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

Perlu kiranya kita merenungkan hadits ini dengan seksama, di golongan manakah diri kita berada. Apakah kita termasuk golongan yang mendapat rahmat dan terjauh dari laknat ataukah sebaliknya diri kita justru termasuk orang-orang yang mendapat laknat, menjadi budak dunia dikarenakan sebagian besar aktivitas kita atau bahkan seluruhnya hanya bertujuan untuk meraih kenikmatan dunia yang fana ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela orang-orang yang tunduk pada dunia dan semata-mata tujuannya adalah mencari dunia dalam sabda beliau:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah budak dinar (uang emas), celakalah budak dirham (uang perak), celakalah budak khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah budak khamilah (ranjang yang empuk).” (HR. Bukhari)
Inilah celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang kesehariannya menjadi budak harta dan berbagai kesenangan dunia. Renungkanlah dengan penuh kejujuran dan jawablah di golongan manakah diri kita berada? Apakah kita termasuk orang yang menjadi budak dunia ataukah orang yang tujuan hidupnya adalah beribadah kepada Allah? Renungkanlah sekali lagi hal ini!
Kedua : Dunia adalah surganya orang kafir dan penjaranya orang beriman. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah sallallhu alaihi wasallam ;
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَن ّالنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
Dari Ibnu Umar bahwasanya nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda : Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. [ HR. Muslim ].

Imam An Nawawi dalam syarh Muslim menjelaskan : “Maknanya bahwa setiap mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika dia meninggal dia akan beristirahat dari hal ini. Dan dia akan berbalik kepada apa yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan abadi dan kelapangan yang bersih dari cacat.

Sedangkan orang kafir, dia hanya akan mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya sedikit dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia telah mati, dia akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan yang selama-lamanya.” (Syarah Shahih Muslim No. 5256).

Bukan berarti orang beriman tidak boleh kaya, memiliki kendaraan yang bagus dan juga rumah yang indah pula. Akan tetapi, kenikmatan seorang mukmin di dunia jika dibandingkan jannah di akhirat sangat jauh sekali. Seakan-akan dunia ini adalah penjara bila dibandingkan jannah di akhirat.

Sedangkan orang kafir walaupun mereka menjadi orang yang paling miskin sekalipun, mereka tetap menjadikan dunia ini menjadi surganya mereka dibandingkan siksa yang pedih di akhirat sana.
Maka alangkah indahnya menjadi orang mukmin karena betapapun berat dalam menghadapi dunia ia tetap mengharapkan indahnya jannah di akhirat. Dan sungguh celaka orang kafir karena kenikmatan dunia ini hanya akan mereka rasakan sesaat, sementara meraka telah menantinya.

Kaitkanlah Hatimu Dengan Akhirat
Saudaraku, jangan jadikan hatimu terkait dengan dunia, jangan sampai dunia masuk ke dalam hatimu dan bercokol di dalamnya, teladanilah generasi terbaik umat ini, mereka menggenggam dunia, namun cukup sampai di situ dan tidak merasuk ke dalam hati. Maka jadilah mereka generasi yang mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kehidupan akhirat, dunia sebatas di genggaman mereka sehingga mudah dilepaskan, mudah untuk diinfakkan di jalan Allah. Adapun kita wahai kaum muslimin, aina nahnu min haaulaai (di manakah kedudukan kita jika dibandingkan mereka)? Di mana?! Tentu sangat jauh dari mereka!

Oleh karena itu wajib bagi diriku dan dirimu untuk merenungi sekali lagi bahkan senantiasa merenungi apakah tujuan kita diciptakan di dunia ini. Sangat mengherankan jika seorang muslim telah mengetahui tujuan penciptaannya kemudian lalai dari hal tersebut, bukankah inilah puncak kedunguan?! Sekali lagi, mari kita senantiasa mengaitkan amalan kita dengan akhirat, jika anda seorang yang mempelajari ilmu dunia, maka niatkanlah untuk akhirat, niatkanlah bahwa dirimu dengan ilmu tersebut akan membantu kebangkitan kaum muslimin. Jika anda seorang pengajar, dosen atau semisalnya, maka niatkanlah aktivitas mengajar anda untuk akhirat dan kebangkitan kaum muslimin, demikian juga seluruh profesi, maka niatkanlah untuk akhirat.

Namun apabila niat anda justru sebaliknya, anda belajar, mengajarkan ilmu dunia, berbisnis dan melakukan aktivitas dunia lainnya hanya sekedar untuk mendapatkan dunia, maka anda telah merugi karena telah melewatkan keuntungan yang amat banyak dan janganlah anda mencela kecuali diri anda sendiri.

Sebagai penutup, marilah kita berdo’a dengan do’a yang diajarkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Semoga kita dijaga oleh Allah dari berbagai fitnah dunia dan dipertemukan dengan-Nya dalam keadaan husnul khotimah.
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.” (HR at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar