Selasa, 06 September 2011

Memahami arti sebuah ujian


Hidup di dunia adalah ujian. Dalam keadaan miskin, kaya, menderita, bahagia, semuanya adalah ujian. Jika ia diuji dengan kesenangan, ia harus bisa bersyukur dan menggunakannya dalam kebaikan. Dan jika diuji dengan kekurangan dan kesempitan dia harus sabar dan memohon pahala dari Allah Ta’ala.

Banyak orang yang tidak sadar akan sebuah ujian. Tidak tahu akan jenisnya ujian, tujuan dari ujian, serta hikmah dari berbagai ujian tersebut. Yang akhirnya, dia salah dalam mensikapi berbagai ujian tersebut sesuai dengan yang diharapkan islam. 

Saat ia diberi kenikmatan seakan-akan ia adalah limpakan karunia dari Allah Ta’ala. Ia gunakan kenikmatan tersebut untuk berfoya-foya dan kemaksiatan. Kesehatannya tidak digunakannya untuk ketaatan dan beribadah pada penciptanya. Sedangkan harta yang ia miliki dibelanjakan untuk kemaksiatan dan hal-hal yang kurang begitu berguna. 

Dan saat ia tertimpa musibah pada dirinya dan disempitkan hartanya, seakan-akan Allah Ta’ala sedang menghinakannya. Allah Ta’ala sedang marah terhadapnya. Dan Allah Ta’ala sedang mengadzabnya dalam kehidupan dunia. Ia merasa dunia terlalu sempit. Hal ini persis yang disampaikan Allah Ta’ala dama al qur’an ;
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan berkata: "Tuhanku Telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". [ QS. Al Fajr : 15-16 ].

Imam Ibnu Katsir berkata : Allah Ta’ala berkata mengingkari manusia yang berkeyakinan, jika Allah meluaskan baginya rizki untuk mengujinya, ia mengira bahwa Allah memuliakannya. Padahal tidak demikian. Akan tetapi ia adalah ujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :  Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? tidak, Sebenarnya mereka tidak sadar. [ Al Mukminun 55-56 ].

Disisi yang lain, jika Allah Ta’ala mengujinya dengan kesempitan rizki, ia meyakininya bahwa Allah sedang menghinakannya. Padahal tidak demikian. Allah memberikan harta pada orang yang dicintai dan yang tidak dicintai. Dan menyempitkan harta bagi orang yang dicintai dan yang tidak dicintai. Akan tetapi yang menjadi setandart adalah ketaatan ia dalam dua kondisi tersebut. Jika ia dalam kondisi kaya, hendaklah bersyukur. Dan jika ia dalam kondisi fakir hendaklah ia bersabar. [ Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut ].

Jenis ujian
Semuanya yang ada di dunia adalah ujian. Sedangkan ujian ada dua macam. Ujian berupa kesenangan dan ujian berupa ketidak senangan dan kesempitan.

Pertama : Ujian kesempitan dan ketidak senangan. Jenis inipun juga terbagi menjadi dua macam. Yaitu taqdir Allah yang menjadikan ia miskin, lapar, tertimpa musibah atau hilangnya orang-orang dekat kita. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [ Al Baqarah : 155 ].
Sedangkan jenis kedua adalah ujian ketidak senangan dikarenakan usaha dia dalam melaksanakan syari’at Allah Ta’ala. Seperti seorang muslim yang berusaha memelihara jenggotnya, menjauhi isbal, menjauhi rokok dan perbuatan dosa lainnya. Atau seorang wanita muslimah yang istiqamah dalam berpakaian sesuai tuntunan islam. Jika berbagai ketaatan tersebut mendatangkan cibiran orang, makian dan umpatan dan bahkan kesempitan rizkinya, maka ketahuilah ia adalah ujian dari Allah. Derajadnya lebih tinggi dibandingkan ujian kesempitan karena taqdir Allah. Maka tidak heran jika Allah menyiapkan jannah bagi orang-orang yang lulus dalam ujian ini. Allah Ta’ala berfirman :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). [ An Nazi’at : 40 – 41 ].
Maksudnya adalah, takut akan kedudukan Allah Ta’ala dan hukum-hukumnya. Kemudian ia tahan nafsunya dari hal yang tidak benar, dan ia arahkan pada ketaatan, maka tempat kembalinya adalah jannah. [ Tafsir Ibnu katsir ].

Kedua : ujian kesenangan dan kelapangan. Jenis inipun juga ada dua bagian. Pertama Allah mentaqdirkannya sehat, diberi kekayaan melimpah, anak-anak yang banyak dan membanggakan, memiliki kedudukan tinggi dimasyarakat dan yang lainnya. Semuanya ini, kadang menjadi kebanggan bagi orang-orang yang memilikinya. Allah Ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan. [ Al Anbiya’ : 35 ].

Pada ayat tersebut Allah Ta’ala menyebutkan ujian kesusahan dan kesenangan secara bersama-sama. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam juga bersabda dalam hadistnya :
إِنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ مَجْبَنَةٌ مَحْزَنَةٌ
Sesungguhnya anak itu bisa menjadikan bahil, pengecut, bersedih. [ Shahih jami’us shaghir : 1990 ].
Hadist ini juga mengingatkan pada kita agar tidak bahil saat islam memerintahkan kita untuk berinfaq. Atau pengecut saat islam memerintahkan kita untuk berjihad dan membela agama kita. Dan bersedih yang mendalam saat anak kita meninggal dunia. 

Sedangkan jenis kedua adalah; ujian berupa kenikmatan tetapi dengan melanggar aturan Islam. Seperti seseorang yang menahan dirinya dari jalan-jalan yang diharamkan saat mencari rizki. Bisa saja dia masuk menjadi pegawai bank-bank ribawi atau mungkin mendapatkan hutangan yang lunak dari bank tersebut. Atau dengan menipu saat melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi ia tinggalkan semuanya karena takut akan ancaman Allah Ta’ala.

Ujian yang seperti ini terkadang menjadi ujian yang lebih berat dibandingkan ujian kesusahan dan kesempitan hidup. Orang yang sempit dan tersiksa kebanyakan akan meminta dan memohon pada Allah dengan kesabaran dan keistiqamahan agar dihilangkan kesempitannya. Tetapi sedikit dari manusia yang mendekat dan memohon pada Allah agar meluluskan ujian berupa kesenangan di dunia ini dan tidak terjerembab pada hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Karena mereka menganggap bahwa ia telah diberi kemuliaan Allah Ta’ala berupa kenikmatan, padahal mereka terus dalam kaedaan maksiat dan melanggar aturan-aturan islam.
Dari itulah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam lebih banyak mengingatkan para sahatbatnya tentang bahayanya ujian kenikmatan dibandingkan ujian kesempitan. Beliau bersabda dalam hadistnya ;

مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
Tidaklah kefakiran aku takutkan atas kalian. Akan tetapi yang aku takutkan jika dibukakan atas kalian dunia sebagaimana telah dibukakan terhadap orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian berlomba-lomba terhadapnya sebagaimana mereka berlomba-lomba terhadapnya, dan kalian celaka sebagaimana mereka telah celaka. [ HR. Bukhori Muslim ].

Betapa banyak orang yang bersabar saat diuji dengan kefakiran dan kemiskinan. Ia senantiasa berdo’a pada Allah untuk diberikan kesabaran dalam menanggung kemiskinannya. Tetapi sedikit diantara manusia yang diuji dengan kenikmatan hidup. Bakhil terhadap hartanya, sombong dengan anak-anaknya yang telah sukses dunianya, serta berbangga-bangga dengan pekerjaan dan kedudukan mereka dimasyarakat. Mereka merasa bahwa itu semua adalah tanda kecintaan Allah kepada mereka. Sehingga ada yang berujar bahwa saking cintanya Allah kepadaku Ia memberikan seluruh kenikkmatan dunia padaku. Sungguh ini adalah bukti ketidak pahaman ia tentang hakekat sebuah ujian.

Sebagai penutup kami pesankan, jika anda ditaqdirkan menjadi orang diberi kelapangan, sadarlah bahwa ia adalah ujian. Jangan anda hamburkan harta anda untuk bermewah-mewah dan berbangga-bangga. Jadilah sebagaimana Abdurrahman bin ‘Auf. Yang takut jika kenikmatan dunia itu akan mengurangi kenikmatan ia di akhirat. Dan jika anda ditaqdirkan menjadi orang yang fakir atau kekurangan, maka bersabarlah dengan keadaan anda. Jangan sampai kemiskinan menjerumuskan anda pada perbuatan dosa.  Kuncinya adalah sabar dan syukur. Jika kita bisa bersabar atau bersyukur, maka jannah menanti kita. [ Amru ].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar