Selasa, 06 September 2011

TINGKATAN MANUSIA DALAM HAL ILMU DAN HARTA


Dunia, memang masih menjadi orientasi utama banyak orang. Tak heran, harta yang berlimpah, jabatan, popularitas, dan berbagai bentuk kesenangan lainnya menjadi buruan manusia siang malam. Padahal dunia adalah fatamorgana, kesenangan yang dirasakan akan menyisakan kehampaan, kepedihan, dan keletihan. Hanya ilmu agama yang bisa meredam ambisi manusia terhadap sifat serakah terhadap dunia.

Siapa yang tak mengharapkan anaknya menjadi seorang yang punya kedudukan? Sepertinya, hampir tak ada orangtua yang tak memiliki bayangan cita-cita setinggi langit untuk anak mereka. Biasanya, sejak si anak masih dalam buaian, mereka telah menyimpan berbagai keinginan dan harapan. Pokoknya, yang terbaiklah yang ada dalam angan-angan. “Semoga anakku menjadi ‘orang’, semoga memiliki masa depan yang lebih baik dari pada ibu bapaknya, semoga jadi orang yang paling ini, paling itu ….” dan sejuta lambungan ‘semoga’ yang lainnya.
Tak berhenti sampai di situ, bahkan segala yang dapat mendukung tercapainya cita-cita itu pun turut disediakan sejak dini. Mulai dari tabungan biaya pendidikan, sampai prasarana yang diperkirakan menunjang pun disiapkan baik-baik. Berbagai pendidikan prasekolah pun diikuti agar melicinkan jalan si anak memperoleh cita-citanya atau justru cita-cita orangtuanya.

Sebaliknya, banyak orang tua yang acuh tak acuh terhadap pendidikan agama pada anak mereka. Ketika anak tidak dapat membaca alqur’an, shalat yang benar dan jauh dari akhlaq yang islami, sepertinya banyak orang tua yang tenang-tenang saja. Seakan pendidikan agama tidak begitu dibutuhkan bagi mereka. Bahkan ada yang berpikiran bahwa pindidikan agama hanya akan menjadikan miskin. Dalam pikiran mereka hanya duit, duit dan duit.
Tingkatan manusia
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadisnya :
إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٌ رَزَقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ حَقَّهُ قَالَ فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ قَالَ وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا قَالَ فَهُوَ يَقُولُ لَوْ كَانَ لِي مَالٌ عَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ قَالَ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ قَالَ وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقَّهُ فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ قَالَ وَعَبْدٌ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ كَانَ لِي مَالٌ لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ قَالَ هِيَ نِيَّتُهُ فَوِزْرُهُمَا فِيهِ سَوَاءٌ
"Sesungguhnya dunia itu untuk empat orang; (Pertama), seorang hamba yang dikarunia Allah harta dan ilmu, dengan ilmu ia bertakwa kepada Allah dan dengan harta ia menyambung silaturrahim dan ia mengetahui Allah memiliki hak padanya dan ini adalah tingkatan yang paling baik, (Kedua,) selanjutnya hamba yang diberi Allah ilmu tapi tidak diberi harta, niatnya tulus, ia berkata: Andai saja aku memiliki harta niscaya aku akan melakukan seperti amalan si fulan, maka ia mendapatkan apa yang ia niatkan, pahala mereka berdua sama, (Ketiga,) selanjutnya hamba yang diberi harta oleh Allah tapi tidak diberi ilmu, ia melangkah serampangan tanpa ilmu menggunakan hartanya, ia tidak takut kepada Rabbinya dengan harta itu dan tidak menyambung silaturrahimnya serta tidak mengetahui hak Allah padanya, ini adalah tingkatan terburuk, (Keempat,) selanjutnya orang yang tidak diberi Allah harta atau pun ilmu, ia bekata: Andai aku punya harta tentu aku akan melakukan seperti yang dilakukan si fulan yang serampangan meneglola hartanya, dan niatnya benar, dosa keduanya sama." Berkata Abu Isa: hadits ini hasan shahih. (HR. At-Tirmidzi no. 2325, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: Shahih).

Dalam hadist di atas, dapat disimpulkan bahwa derajat manusia dalam hal ilmu dan harta menjadi empat tingkatan. Dimulai dari tingkatan yang tertinggi kemudian tingkatan di bawahnya. 

Tingkatan pertama : adalah seorang hamba yang diberikan ilmu diin dan harta. Dengan hartanya ia gunakan untuk menyambung silaturrahmi dan ia salurkan pada yang berhak. Ilmunyapun ia amalkan dan ia sampaikan kepada manusia serta tidak ia gunakan untuk berbangga-bangga. Inilah derajad yang paling tinggi.
Yang menyebabkan kemuliaan kelompok ini adalah ilmu, bukan harta mereka. Karena dengan ilmu diin Allah akan angkat pemiliknya dan Allah akan memuliakan dihadapan para makhluq-Nya. Ilmu diin inilah yang kemudian memahamkan dia bagaimana cara mendapatkan harta dan bagaimana menyalurkannya.
Ilmu dan harta memang ada hak yang harus ditunaikan. Jika ilmu, dia harus mengamalkan dan mengajarkannya kepada manusia serta tidak boleh menyembunyikannya. Sedangkan harta memiliki hak diantaranya adalah :

1.      Meyakini bahwa harta yang ada di tangan kita adalah hartanya Allah Ta’ala. Janganlah kalian menganggap bahwa harta yang kau miliki adalah milikmu. Tapi merasalah bahwa harta tersebut adalah kepunyaan Allah. Dialah yang memberi kita harta, kesehatan, dan bahkan nyawa. Dan Ia lah yang memerintahkan kita untuk menyalurkan harta ini untuk diri kita, keluarga kita dan juga orang-orang yang berhak menerimanya.

2.      Memahami bahwa harta yang dititipkan pada kita adalah ujian. Apakah kita bisa menyalurkan pada yang berhak atau kita pakai untuk bermegah-megah dan sesuatu yang kurang bermanfaat.

3.      Memahami bahwa Allah memiliki hak terhadap harta kita. Perintah untuk berinfaq di jalan Allah Ta’ala di dalam al qur’an sangat banyak sekali. Sedangkan orang yang memiliki kelapangan diperintahkan untuk menyalurkan harta mereka pada jalan-jalan tersebut.

tingkatan kedua : adalah orang yang memiliki ilmu, tetapi tidak Allah berikan kepadanya harta. Dan dengan niatnya yang tinggi ia mengatakan, jika ia diberi harta akan beramal sebagaimana amalan kelompok sebelumnya. Karena itu, Allah Ta’ala memberikan pahala yang sama antara kelompok ini dengan sebelumnya. Dengan niat yang ikhlas dan sungguh-sungguh Allah berikan seseorang satu kedudukan yang lebih tinggi. Abdullah bin Mubarak berkata :
رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية
Berapa banyak amalan yang kecil kemudian besar dengan niat. Dan berapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karena niat.

Kelompok ini mengahrapkan untuk diberikan harta dan juga ilmu sebagaimana kelompok pertama. Dan ia berkenginan untuk beramal dengan harta dan ilmunya. Dari itulah Allah memberikan padanya pahala karena niat yang sunguh-sungguh. Berkata Yahya Ibnu Abu katsir : belajarlah niat, karena ia kadang lebih tinggi daripada amal.

Kelompok yang ke tiga : adalah orang yang Allah berikan harta, tetapi tidak diberikan ilmu diin. Sehingga hartanya disalurkan pada hal yang dilarang Allah Ta’ala dan memutus silaturrahmi. Ini adalah tingkatan yang paling jelek.

Islam melarang pengikutnya untuk menghambur-hamburkan harta pada hal kemaksiatan dan yang tidak penting. Termasuk tidak penting adalah membeli sesuatu yang kurang dibutuhkan bagi diri kita. Membelanjakan harta untuk membeli mobil yang paling mewah, rumah yang besar dan serba mahal serta perabotan yang serba mewah padahal itu tidak begitu dibutuhkan bagi kita, ini termasuk hal yang dilarang. Atau membelanjakan harta dalam hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala seperti membiayaai konser musik, acara kesyirikan di sekitar kita dan yang lainnya. Semuanya adalah hal yang diharamkan islam.

Allah Ta’ala berfirman :
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (*) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورً
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. [ QS. Al Isra’ : 26-27 ]

Sedangkan pemborosan adalah membelanjakan untuk kerusakan [ yang haram ] atau dalam hal yang diperbolehkan tetapi berlebihan dalam membelanjakannya. [ Ibnu ‘Athiyyah, muharroor al wajiz, 3/450 ]

Allah telah menjadikan harta untuk kebikan. Maka barang siapa yang menggunakannya untuk pemborosan dan membiayai hal yang haram diancam dengan neraka. Hampir bisa dipastikan bahwa orang yang memilki harta dan tidak memiliki ilmu agama akan menggunakan hartanya dalam hal-hal yang dilarang tersebut.

Kelompok ke empat : adalah seseorang yang tidak diberikan kepadanya ilmu diin dan harta. Tetapi ia memilki niat yang jelek, dengan mengatakan; jika aku diberi harta sebagaimana si fulan, maka aku akan gunakan harta tersebut sebagaimana ia telah menggunakan harta tersebut. Dengan niat dia yang jelek tersebut dia mendapatkan dosa sebagaimana pelakunya.
itulah kelompok manusia berdasarkan ilmu dan harta. Sekarang tinggal melihat diri kita, pada posisi mana kita berada ?. yang jelas jangan menjadi kelompok ketiga dan keempat. Tetapi jadilah yang pertama atau kedua. Jika tidak menjadi seorang ahli ilmu yang memiliki harta, maka jadilah seorang ‘alim yang menyampaikan ilmunya pada ummat. [ Amru ].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar