Sabtu, 10 Desember 2011

Jangan Jadikan Dunia Tujuan Utamamu




Seluruh manusia pasti memiliki cita-cita, niat dan puncak keinginan. Sedangkan cita-cita, niat dan puncak keinginan itu hanya ada dua, yaitu dunia atau akhirat. Jika seseorang sudah menjadikan dunia sebagai puncak cita-citanya, sudah pasti akhirat akan dia lupakan. Dan barang siapa menjadikan akhirat menjadi puncak cita-citanya, maka dunia akan mengikutinya. Orang yang berakal adalah orang menjadikan akhirat sebagai cita-cita tertingginya, sedangkan orang yang lalai adalah orang yang menjadikan kehidupan dunia sebagai puncak cita-citanya.

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda tentang hal ini :
مَنْ كَانَ هَمُّهُ الْآخِرَةَ جَمَعَ اللَّهُ شَمْلَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ   فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ الدُّنْيَا فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ

“…Barangsiapa yang puncak keinginannya adalah negeri akhirat ( yakni mencari ridho Alloh dan surga-Nya, pen ) niscaya Alloh akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Dan barangsiapa yang niyatnya untuk mencari dunia, Alloh akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya ( tidak pernah merasa cukup) dan tidaklah ia mendapatkan dunia melainkan apa yang telah ditetapkan baginya.” ( HR. Ahmad, ad-Darimi dan lafazh ini milik Ahmad. Lihat Silsilah Shahihah karya Syaikh al-Albani rohimahulloh no. 404 )

Inilah buah dari kedua puncak cita-cita tersebut. Jika kita ingin segala urusan kita dimudahkan, hati kita dikayakan, dan diberi kenikmatan dunia yang melimpah, maka jadikanlah seluruh niatan kita untuk akhirat. Akan tetapi jika kita ingin urusan kita dicerai beraikan, dijadikan hati kita selalu miskin, maka jadikanlah dunia sebagai cita-cita tertingi. Tetapi ingat bahwa kesengsaraan tidak hanya di dunia. Melainkan akan terrus berlangsung hingga di akhirat.

Marilah kita renungkan wasiat sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu ;
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ اْلآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ اْلآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاِء الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ.
Dunia akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang menjelang, dan keduanya mempunyai generasi. Maka jadilah kalian generasi akhirat dan jangan menjadi generasi dunia. Sesungguhnya pada hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab (perhitungan) tanpa amal.’ (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq).

Ciri generasi akhirat
Para salaf radhiyallahu ‘anhum adalah generasi terbaik ummat ini. Mereka juga berkerja, menghidupi keluarga dan juga berjual beli. Akan tetapi dunia dan harta mereka berada ditangan sedangkan hati mereka dipenuhi dengan ankhirat. Berbeda dengan kebanyakan orang pada hari ini. Mereka penuhi hati mereka dengan syahwat-syahwat dunia dan kenikmatannya. Hal itulah yang menjadikan cita-cita akhirat mereka lemah, pengaruh ibadah pada akhlaq merekapun hampir tidak ada, sehingga kecintaan pada Allahpun  melemah dan mereka jadikan ibadah kepada Allah hanyalah sisa-sisa waktunya.

Syaikh Abdurrahman al Husainan dalam tulisan beliau hakadza kaana as shalihuun memberikan gambaran sifat orang yang menjadikan cita-cita tertingginya akhirat. Diantara sifat-sifat tersebut adalah ;

Pertama : Senantiasa memperbaiki diri. Ini adalah prinsip mereka pada kehidupan ini. Cara memperbaiki diri diantaranya adalah dengan bertaubat kepada Allah Ta'ala. Mereka mengetahui bahwa Allah Ta’ala maha pengampun, penyayang dan penerima taubah. Akan tetapi mereka tidak bersandar pada hal tersebut, bahkan mereka menyesal saat melakukan kesalahan sekecil apapun atau saat luput darinya amal-amal shalih. Mereka tahu bahwa yang mereka maksiati adalah Allah yang maha tinggi dan mulia.

Sedangkan jalan untuk memperbaiki diri yang kedua adalah thalabul 'ilmi atau mencari ilmu. Karena perbaikan diri yang tidak dibarengi dengan ilmu yang benar tidak akan banyak berguna baginya. Bahkan bisa jadi lebih parah dan jauh dari kebenaran. Sedang syarat seseorang mendapatkan kebaikan dari Allah Ta'ala adalah dengan mengnal lebih dalam syari'at-syari'atnya. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَيُعْطِى اللَّهُ
Barang siapa yang dikehendaki Allah baginya kebaikan, maka akan dipahamkan atasnya tentang urusan diin. Dan sesungguhnya aku hanyalah yang membagi dan Allah yang memberi. [ HR. Muslim ]

Mereka juga bersedih saat kaum muslimin dibelahan bumi manapun dalam keadaan tertindas dan didholimi orang kafir. Jiwa mereka adalah jiwa yang dipenuhi dengan kasih saying dan kelembutan kepada sesama mukmin. Semua ini disebabkan hati mereka yang telah menjadikan akhirat sebagai cita-cita tertinggi.

Kedua : Senantiasa bermuhasabah. Anda akan melihat orang yang telah menjadikan akhirat sebagai cita-cita tertingginya akan senantiasa mengevalusi setiap ucapan dan amalannya. Hal ini persis sebagaimana yang disampaikan imam Hasan Al Bashri rahimahullah saat menfsirkan surat ;

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri) . [ QS. Al Kiyamah : 2 ]
Demi Allah ia adalah jiwanya seorang mukmin. Tidaklah melihatnya kecuali ia menyesali dirinya, apa maksud dari perkataanku ?. apa yang aku inginkan dengan pembicaraanku ?. sedangkan orang kafir tidak akan menghisap dirinya. [ Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut ]

Akan tetapi kesibukan mereka dalam menghisap diri, tidak melemahkan mereka dalam usaha memperbaiki ummat. Bahkan muhasabah inilah yang menjadikan hatinya peka terhadap berbagai kebodohan ummat, kemaksiatan, dan berbagai penyelewengan terhadap syari'at. Sehingga tergugahlah jiwanya untuk berusaha memperbaiki keadaan dan bersabar atas gangguan-gangguannya.

Ketiga : Senantiasa mengingat kematian. Dikarenakan hati yang hidup, mereka senantiasa mengikatkan kegiatan dunianya dengan akhirat. Bersamaan dengan itu, mereka hidupkan hatinya dengan mengingat kematian dengan memperbanyak amal shalih hingga mendapatkan derajad yang tinggi di akhirat. Dalam hal ini Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هادم اللَّذَّاتِ

"Perbanyaklah mengingat yang memutuskan kenikmatan (maksudnya: kematian)."[ HR. an-Nasa`i 4/4, at-Tirmidzi 2307, Ibnu Hibban 2992, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (3434) ].

Bahkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa orang cerdas adalah orang yang selalu mengingat kematian dan beramal untuk sesudah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang tidak pernah mengingat kematian dan selalu berangan-angan kepada Allah dengan angan-anagan kosong.

Sebagai penutup, marilah kita renungi perkataan Imam An Nawawi yang bersya'ir ;

إِنَّ للهِ عِبَاداً فُطَنَا طَلَّقُوا الدُّنْيَا وخَافُوا الفِتَنَا
نَظَروا فيهَا فَلَمَّا عَلِمُوا أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنَا
جَعَلُوها لُجَّةً واتَّخَذُوا صَالِحَ الأَعمالِ فيها سُفُنا
Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang cerdas,
yaitu yang tidak mementingkan dunia dan takut akan fitnah
Mereka senantiasa memperhatikan, maka ketika mengetahui,
dunia ini bukanlah tempat tinggal selama-lamanya bagi yang hidup.
Merekapun menjadikan dunia bagaikan samudra
dan menjadikan amalan shalih sebagai bahtera untuk berlayar mengarunginya
[ Muqoddimah riyadhus shalihin ]

Jika kita sangat bersedih ketika hilang sedikit saja dari kenikmatan dunia, sedang hati kita tenang-tenang saja sayat terlalikan beberapa ibadah, maka cita-cita akhirat saat itu sedang melemah. Jika hati kita belum bisa meresapi alqur'an saat dibaca, sebaliknya lebih bisa meresapi nyanyian-nyanyian jahiliyah, berarti cita-cita akhirat kita sedang turun. Dan jika shalat kita belum bisa khusu' serta belum bias meresapi bacaan-bacaan shalat, bahkan terkadang teringat berbagai kesibukan-kesibukan dunia kita, saat itulah cita-cita kampung akhirat ini mulai menipis.

Saat kita memahami keadaan kita yang seperti itu, maka segeralah untuk membenahi diri. Hadiri majlis-majlis taklim, baca al qur'an serta resapi maknanya pada shalat malam kalian, serta bacalah kisah-kisah para salaf dalam kezuhudan mereka terhadap dunia. Dengan hal tersebut, insyaAllah hati kita akan terjaga dari fitnah dunia dan dan dimudahkan dari berbagai permasalahannya. [ Amru ].





Tidak ada komentar:

Posting Komentar